Pada Akhir Mei kemarin, salah satu dosen muda Departemen Histologi dan Biologi Sel, Nur Aziz, Ph.D., berkesempatan menjadi narasumber dalam podcast yang dikelola Magister Ilmu Biomedik (MIB), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK), Universitas Gadjah Mada, yaitu Retina Biomedika Eposide 3. Pada podcast tersebut, selain memperkenalkan mengenai data transkriptomik publik, Pak Aziz juga membahas mengenai manfaat dan apa saja yang perlu diperhatikan mengenai penggunaan data tersebut untuk kepentingan penelitian.
Perlu diketahui bahwa saat ini terdapat berbagai basis data yang mengumpulkan berbagai studi transkriptomik untuk dapat diakses secara umum sehingga menjadi data transkriptomik publik. Sumber data transkriptomik publik dapat berasal dari studi kasus kontrol pada berbagai kanker yang disimpan dalam basis data The Cancer Genome Atlas Program (TCGA), studi kasus kontrol pada penyakit tertentu selain kanker, studi dengan partisipan orang sehat saja, maupun studi dengan subjek hewan coba. Oleh karena data transkriptomik publik berasal dari berbagai studi, maka perlu diperhatikan bahwa bentuk data transkriptomik publik sangat bervariasi, dan bahkan beberapa data masih berupa data mentah, seperti misalnya data hasil sequencing.
Pak Aziz selanjutnya memberi contoh pemanfaatan data transkriptomik publik dalam penelitian, yaitu sebagai sumber untuk analisis pendahuluan atau bisa juga untuk mengkonfirmasi hasil penelitian. Untuk yang dimanfaatkan dalam analisis pendahuluan, misalnya dalam penelitian pengembangan penanda biologis untuk monitoring terapi suatu kanker, maka tahap awal yang penting adalah pemilihan dan pengumpulan data transkriptomik publik dengan jenis kanker yang sama dan desain studi yang mirip atau bahkan sama. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis ulang terhadap data-data yang telah dipilih tersebut, baik secara kuantitatif maupun secara fungsional. Dengan menganalisis ulang data transkriptomik publik tersebut, penelitian pendahuluan yang membutuhkan studi transkriptomik menjadi jauh lebih murah karena tidak membutuhkan biaya besar untuk penelitian di laboratorium, yang menurut pak Aziz dapat mencapai minimal Rp13.5 juta per sampel. Selain menghemat biaya, analisis ulang data transkriptomik publik tersebut juga dapat menghemat waktu dan tenaga sehingga pelaksanaan penelitian menjadi lebih efisien.
Namun begitu, Pak Aziz memaparkan bahwa ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan saat menggunakan data transkriptomik publik. Yang pertama yaitu kemungkinan sedikitnya atau bahkan tidak tersedianya data transkriptomik publik yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan, sehingga peneliti memang harus cermat saat mendesain suatu penelitian agar tetap efisien. Yang kedua adalah pengguna perlu membekali diri dengan kemampuan analisis data yang baik untuk dapat menganalisis ulang data transkriptomik publik. Yang ketiga adalah perlunya tambahan analisis data yang memperkuat hasil analisis data transkriptomik, misalnya analisis data proteomik. Yang terakhir adalah meskipun data transkriptomik dapat diakses secara umum, tetapi secara etika, sumber data yang diambil untuk dianalisis ulang perlu mendapat kredit yang sesuai, misalnya dicantumkan sebagai referensi dalam publikasi.
Melalui podcast yang juga disiarkan di kanal YouTube MIB tersebut, pendengar dan penonton (terutama mahasiswa pasca-sarjana serta dosen dan peneliti) diharapkan mulai membuka diri terhadap penggunaan data transkriptomik publik untuk efisiensi penelitian, mengingat budget penelitian yang umumnya relatif sedikit dibandingkan dengan kebutuhan yang tinggi. Dengan tersampaikannya berbagai informasi penting mengenai penggunaan data transkriptomik publik untuk kepentingan penelitian yang ikut berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan, maka kegiatan podcast Retina Biomedika episode 2 tersebut telah mendukung Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan atau TPB (Sustainable Development Goals, SDGs) nomor 4 mengenai pendidikan yang berkualitas.